Tradisi Keramasan Petingtung


Tradisi Keramasan Petingtung merupakan tadisi yang diturunkan secara turun temurun di kalangan perguruan-perguruan silat bandong di Banten. Tradisi ini menyrupai tradisi panjang jimat yang biasa dilakukan di kraton-kraton tanah jawa, jika di lihat dari sisi waktu pelaksanaan prosesi keramasan petintung yaitu bertepatan dengan bulan Mulud. Bulan mulud memang salah satu bulan dalam kalender Islam yang cukup ramai di rayakan baik prosesi keagamaan maupun prosesi yang berbau klenik sekalipun.

Prosesi keramasan petingtung dilakukan dengan menggunakan air dan kembang 7 rupa untuk memandikan semua peralatan petingtung terutama alat-lat yang terbuat dari logam seprti besi dan kuningan. Selain untuk membersihkan alat tersebut dari karat besi ataupun kuningan yang akan berjamur bila sudah mencapai umur 1 tahun atau lebih, di gunakan ataupun tidak kesemua alat tersebut diharus mandikan karena mengandung nilai-nilai mistis.

Seperti yang dituturkan dari salah satu sesepuh perguruan silat bandrong di wilayah Bojonegara-Kab.Serang, beliau menuturkan bahwasanya memperoleh beberapa peralatan petingtung dengan cara bertapa 40 hari 40 malam. Perlengkapan petintung yang didapat melalui pertapaan tersebut diantaranya adalah:


  1. Gong Gede terbuat dari kuningan

  2. Gong tanggung terbuat dari kuningan

  3. Gong Angkep terbuat dari plat besi baja

  4. Kenong terbuat dari kuningan

  5. Terompet terbuata dari kuningan (Corong dan penopangnya)

  6. Kecrek terbuat dari plat besi baja


Tahapan keramasan petingtung diawali oleh tetua kampung atau Ustad membaca hadorot atau istilahnya mengirim doa yang diperutukan kepada leluhur yang menciptakan sperangkat petingtung tersebut dengan membaca syech pada sore harinya, dengan membakar setanggi dan mendoakan kembang 7 rupa untuk memandikan kesemua alat tersebut. Setelah selesai membaca syech, alat-alat petingtung tersebutpun di mandikan satu persatu di luar pekarangan rumah yang merawat perangkat petingtung tersebut dan langsung dikeringkan dengan cara di angin-anginkan, lain halnya dengan kendang atau bedug tidak di mandikan akan tetapi di kencangkan tali-talinya agar kulitnya kencang serta digarang dengan bara api yang sudah disiapkan. menjelang magribnya empunya perlengkapan tersebut mengadakan riungan dengan mengundang orang-orang kampung terdekat untuk mendoakan keberkahan agar alat petingtung tersebut tetap terawat dan berbunyi nyaring serta di jauhkan dari marabahaya kampung yang melestarikan petingtung,selesai mendoakan tuan rumahpun membagikan berkat alakadarnya untuk diberikan kepada orang-orang yang turut mendoakan alat tersebut.

Seselesainya kesemua prosesi tersebut selepas waktu isya, pengurus dan tokoh pemuda setempat mempersiapkan peralatan petingtung untuk diuji coba dan ditabuh pertama kali sehabis dimandikan untuk mengiringi kembang kalangan di tanah lapang kampung terutama di sekitar kediaman tokoh jawara atau pendekar yang masih menurunkan ilmu silatnya. Satu persatu pendekar-pendekar dari mulai anak kecil hingga dewasa bahkan penontonpun diajak berpartisipasi untuk menyumbangkan kembang kalangan pada acara keramasan petingtung tersebut.

Tradisi keramasan petingtung masih dapat kita jumpai di daerah Kecamatan Bojonegara dan Pulo Ampel Kabupaten Serang, berjarak 10 Km dari pintu keluar Tol Cilegon Barat kearah utara.

sumber: Wisata Banten

Tradisi Keramasan Petingtung

 



 

Forum Sahabat Silat