Pencak silat merupakan sebuah media yang sangat efektif bagi generasi tua untuk menularkan dan menanamkan idealisme kebaikan dan nilai-nilai luhur dalam kehidupan kepada generasi muda, kearifan dan kebijaksanaan generasi tua disatu sisi dan pencarian jati diri serta semangat generasi muda yang berkobar disisi yang lainnya, dengan adanya ikatan antara guru dan murid maka biasanya sang murid akan menerima dengan tulus dan ikhlas apa-apa yang disampaikan oleh sang guru sebagai pedoman dan panduan dalam menjalani kehidupan bagi sang murid, makanya dalam hal ini seorang guru juga dituntut bukan hanya sekedar menguasai teknik-teknik beladiri fisik saja tapi juga memahami dan mendalami falsafah kebaikan dan kebenaran serta nilai-nilai luhur dalam kehidupan yang bisa dijadikan sebagai sarana untuk membangun mental spritual yang baik dan membentuk karakter serta sifat-sifat yang baik dan mulia pada diri muridnya, sehingga sang murid benar-benar dipersiapkan sebagai generasi penerus perjuangan generasi tua dalam memperjuangkan kebaikan dan kebenaran serta bisa mengemban tanggung jawab sebagai pemimpin yang baik dan amanah di masyarakat di masa yang akan datang,
jadi memang seorang guru juga harus menjadi teladan yang baik bagi sang murid dalam prilaku keseharian sehingga bisa menjadi contoh nyata bagi murid terhadap apa-apa yang sudah disampaikan sang guru kepada sang murid, dalam beberapa kasus ikatan guru murid ini kadang lebih kuat dari pada ikatan bapak anak, jadi ikatan psikologis ini bisa sangat bermanfaat dalam mewariskan sifat dan karakter seorang guru kepada muridnya,dan ini juga tidak menutup kemungkinan dalam hal yang bersifat negatif, makanya dalam hal ini memang seorang calon guru harus benar-benar sudah teruji nilai-nilai akhlak yang baik pada dirinya sebelum dia menjadi guru sebagai penerus perguruan yang akan meneruskan lagi kepada generasi berikutnya karena ini akan terus bergulir seperti bola salju kepada murid-murid generasi berikutnya yang kelak juga akan menjadi seorang calon guru, jadi seorang yang telah berstatus sebagai seorang guru harus benar-benar arif dan bijaksana untuk mengangkat guru berikutnya dalam meneruskan cita-citanya, karena ini ibarat dua mata pisau tajam yang bisa mencelakakan dirinya maupun orang lain setelahnya.
Makanya di minangkabau seorang tuo silek atau guru silat sangat berhati-hati dalam memilih murid dan juga dalam menurunkan ilmunya kepada orang lain, karena dikhawatirkan nantinya kalau sang murid akan menyalah gunakan ilmu yang sudah diberikan gurunya kepadanya apalagi yang berhubungan dengan ilmu kanuragan atau kalau dalam istilah minang ilmu kaji dibiliek dalam, tidak sembarangan seorang guru menurunkan ilmu andalan yang dimilikinya kepada muridnya, setelah melalui perjalanan panjang dalam melihat karakter dan sifat-sifat pada diri sang murid yang dirasa cocok untuk bisa mengemban amanah dalam membawa ilmunya ditengah masyarakat nantinya dan juga setelah menjalani berbagai bentuk ujian dari sang guru ditambah dengan seleksi alamiah oleh waktu,murid yang semakin lama bertahan untuk terus bershabar menerima pelajaran dari sang guru,walaupun terkadang berkesan hanya mengulang yang itu itu saja, karena kebanyakan murid-murid di Silat Minang terutama yang masih menganut cara-cara tradisional banyak yang berguguran ditengah jalan sebelum mendapatkan inti dari pelajaran yang akan diberikan oleh gurunya, dan pada silat minang dalam melihat karakter dan kemauan serta niat baik seorang murid dalam belajar silat kepada gurunya ada sebuah prosesi yang dilaksanakan yaitu mambantai ayam atau memotong ayam;
Sang murid diminta membawa seekor ayam jantan untuk satu orang murid. Ayam ini nanti disembelih oleh guru dan kemudian darahnya dicecerkan mengelilingi sasaran, dalam prosesi pemotongan ayam ini seorang guru sudah bisa melihat dan membaca maksud dari seorang murid belajar silat baik dari segi niatnya, karakternya, minat, bakat dan kemauan dari seorang calon murid ini.
Ada beberapa pertanda yang dilihat guru pada saat prosesi pemotongan ayam ini diantaranya:
- Setelah di sembelih ayam tersebut akan di lemparkan ke dalam sasaran, lama atau sebentarnya ayam tersebut meregang nyawa sampai mati, itu memperlihatkan sebuah pertanda minat, bakat dan kemauan dari sang calon murid untuk belajar silat.
- Dari posisi matinya ayam, seorang guru bisa membaca pertanda dari niat dan karakter seorang murid, posisi matinya ayam menghadap kemana dan apakah posisi matinya diluar lingkaran atau didalam lingkaran itu adalah sebuah pertanda yang bisa dibaca oleh seorang guru, dan juga apabila pada saat meregang nyawa ayam tersebut menerjang kearah sang guru, maka itu juga sebuah pertanda bagi sang guru tentang niat dan karakter calon murid tersebut, sehingga seorang guru silat sudah bisa memperkirakan apa yang akan terjadi nanti dan seperti apa dan sampai sejauh mana pelajaran silat yang bisa diberikan sang guru kepada murid tersebut nantinya.
- Ayam tersebut kemudian dimasak, biasanya digulai dan dihidangkan dalam acara mandoa (doa) yang dihadiri oleh guru dan para saudara seperguruan. Untuk acara ini dipanggil pula Urang Siak (sebutan untuk orang ahli agama) untuk mendoakan si murid agar mendapatkan kebaikan selama mengikuti latihan. Kemudian, pada saat makan bersama, sang guru akan mengupas kepala ayam tersebut untuk mengambil tulang rawan yang berada dibawah lidah atau rahang ayam tersebut, dari tulang rawan tersebut seorang guru juga bisa membaca sebuah pertanda tentang niat dan kemauan sang murid belajar silat tersebut.
Biasanya di dalam ritual penerimaan seorang murid, si murid ini diambil sumpahnya untuk patuh kepada guru dan tidak menggunakan ilmu yang mereka dapatkan ini untuk berbuat kejahatan. Bahkan bunyi sumpah itu keras sekali. Inilah potongan bunyi sumpah itu : kaateh indak bapucuak, kabawah indak baurek, ditangah-tangah digiriek kumbang (ke atas tidak berpucuk, ke bawah tidak berurat dan ditengah-tengah dimakan kumbang), artinya pelanggar sumpah tidak akan pernah mendapatkan hidup yang baik selama hidupnya di dunia seperti yang diibaratkan nasib suatu pohon yang merana.
Jadi kearifan seorang guru dalam memilih murid juga sudah menentukan dari awal, karena nantinya sang murid juga akan menjadi calon guru, kalau sang murid memiliki akhlak yang kurang baik maka sudah barang tentu sifat dan akhlak yang kurang baik ini yang akan diwariskan kepada murid-murid generasi berikutnya nanti pada saat dia menjadi seorang guru, karena pada zaman sekarang ini dengan pola-pola perguruan yang sudah bersifat modern peluang untuk menjadi seorang guru silat lebih terbuka lebar ketimbang zaman dulu pada saat pola pengajaran silat masih bersifat tradisional atau guru sentris, karena akan menjadi kewenangan penuh dari sang guru untuk menentukan siapa yang berhak untuk menjadi calon penerus dari guru tersebut untuk menjadi guru.
Jadi Pencak Silat bisa dijadikan sebagai penghubung antara generasi tua sebagai guru dan generasi muda sebagai murid untuk mewariskan nilai-nilai luhur
ref: artikel waroeng silat