Berdiplomasi Lewat Pencak Silat di Belanda



PENCAK silat yang merupakan bagian dari budaya Indonesia dan diwariskan oleh nenek moyang kita sekarang ini berkembang dengan baik di Eropa, terutama di Belanda. Ini merupakan suatu kebanggaan bagi kita dan patut diberi perhatian. Kita melihat bahwa hubungan Indonesia-Belanda, setidaknya didukung oleh dua pilar, yaitu pertama; sejarah hubungan bilateral kedua negara yang cukup panjang, dan kedua; adalah hubungan kedekatan emosi antara masyarakat kedua negara.


Dalam konteks kondisi sekarang ini, kedua pilar tersebut harus kita perkuat kedepannya dan tidak boleh goyah. Kalau kita lihat perkembangan hubungan Indonesia-Belanda di era tahun 50an, orang-orang Belanda yang lahir di Indonesia (Indo-Belanda) dan memiliki ikatan emosi dengan Indonesia, jumlahnya mencapai 1,7 juta orang. Sementara itu orang Indonesia yang tinggal di Belanda jumlahnya mencapai sekitar 15 ribu orang.


Dari sudut manapaun kita memandang, angka tersebut cukup potensial, begitupun dari sudut bisnis dan ekonomi, dimana investasi Belanda di Indonesia menempati rangking ke-4. Dari segi pariwisata, Belanda termasuk pasar terbesar di Eropa dengan sekitar 141.000 turis setiap tahunnya dan mengalami peningkatan setiap tahunnya.
Tapi yang perlu kita lihat dalam hal ini adalah apakah generasi muda Belanda sekarang ini mempunyai ikatan emosi terhadap Indonesia sebagaimana orang tua mereka, inilah yang harus menjadi perhatian kita kedepan. Sekarang ini kondisinya memang sangat bagus, tetapi bagaimana dengan waktu 10-15 tahun mendatang. Dalam hal ini kita harus terus berupaya mengikat dan menyentuh emosi mereka supaya tetap memberikan attachment yang khusus kepada Indonesia, yaitu melalui pendekatan sosial budaya.


Salah satu pendekatan yang kita lakukan adalah dengan mendukung perkembangan Pencaksilat di Belanda. Sementara di dalam negeri, termasuk di daerah-daerah, mungkin Pencaksilat kurang berkembang karena generasi muda kita sekarang sudah kurang berminat dengan Pencaksilat. Tetapi anehnya, Pencaksilat itu berkembang dengan baik di tengah-tengah masyarakat Belanda. Pencaksilat itu tidak hanya digemari oleh orang-orang Indobelanda, melainkan juga orang-orang asli Belanda. Jumlahnya cukup banyak, bahkan salah satu diatara mereka kita kirim untuk mengikuti program Beasiswa Seni dan Budaya Indonesia (BSBI).


Kita memperkenalkan kepada masyarakat Belanda bahwa Pencaksilat yang kita kembangkan ini merupakan budaya asli Indonesia. Mungkin beberapa aliran Pencaksilat juga banyak dikembangkan di negara-negara lainnya, tetapi yang kita kembangkan di Belanda ini adalah Pencaksilat asli Indonesia. Inilah yang kita tekankan, karena kita tidak ingin nantinya Pencaksilat asli Indonesia ini kemudian diklaim oleh negara lain. Misalnya saja ‘Silat Tuo’ salah satu aliran Pencaksilat asli Sumatera Barat, itu tidak mungkin diklaim oleh negara lain sebagai budaya mereka. Demikian juga dengan Pencaksilat asal Madura dan daerah-daerah lainnya di seluruh Indonesia yang kemudian berkembang di Belanda, itu tidak mungkin di klaim oleh negara lain. Inilah yang kita luruskan dan kembangkan di Belanda.


Untuk memacu semangat perguruan Pencaksilat di Belanda, salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan menyelenggarakan ‘Ambassador Cup’, yaitu semacam festival Pencaksilat. Dalam hal ini KBRI melakukan kerjasama dengan seluruh perguruan Pencaksilat yang ada di Belanda dan sudah di identifikasi ada sekitar 40 perguruan. KBRI aktif menemui mereka dan selanjutnya kita undang ke KBRI untuk membicarakan masalah pengembangannya kedepan.


Sebelum ini mereka berjalan sendiri-sendiri dan belum ada kegiatan yang bisa merangsang mereka untuk bersatu-padu. Sekarang mereka sudah kita ikat dalam satu kegiatan Festival Pencaksilat Indonesia, dan sudah memasuki penyelenggaraan yang kedua pada tahun 2010 lalu. Festival ini rata-rata diikuti oleh sekitar 150 atlit Pencaksilat setiap tahunnya.


Penyelenggaraan festival ini merupakan salah satu upaya untuk memperlihatkan kepada seluruh perguruan Pencaksilat di Belanda bahwa KBRI memberikan perhatian dan mendorong mereka untuk lebih berkembang menyebarkan salah satu budaya asli Indonesia di luar negeri. Kita melihat bahwa perkembangan Pencaksilat ini juga diminati oleh generasi muda Belanda, dimana dalam festival Pencaksilat yang diselenggarakan, disana juga ada kategori anak-anak dengan usia 5 tahun. Di Indonesia sendiri festival Pencaksilat untuk kategori anak-anak ini mungkin tidak ada. Jadi ini merupakan kebanggaan tersendiri bagi KBRI Denhaag.


Setelah dua tahun penyelenggaraan ‘Ambassador Cup’ ternyata perguruan-perguruan Pencaksilat tersebut juga menyelenggarakan kompetisi di internal perguruan mereka masing-masing dengan juga mengundang perguruan lainnya. KBRI sering diminta untuk membuka kegiatan semacam itu, dan KBRI sangat aktif untuk hadir dan memberikan dukungan moril kepada mereka. Ini membuat mereka bangga karena mendapat apresiasi dari KBRI, sehingga mereka tetap memiliki semangat.


Sekarang ini mereka sudah membentuk semacam asosiasi yang  dinamakan ‘Yayasan Asli’ yang fokus membantu mengembangkan Pencak Silat yang berasal dari Indonesia. Ada juga memang aliran Pencaksilat yang diklaim berasal dari Malaysia, dan kami tidak mempermasalahkan hal ini, kalau memang berasal dari sana maka silahkan saja, karena yang ingin dikembangkan oleh KBRI adalah Pencaksilat yang berasal dari Indonesia.


Disamping penyelenggaraan festival, perguruan Pencaksilat di Belanda juga dilibatkan untuk meramaikan perayaan HUT RI. Pada acara ‘Pesta Rakyat’ kita juga menampilkan pertunjukan Pencaksilat disamping pertunjukan seni budaya, dimana pertunjukan ini biasanya dihadiri oleh sekitar 9 ribu pengunjung setiap harinya. Bayangkan kita mendemonstrasikan Pencaksilat sebagai budaya asli Indonesia yang berarti kita telah memberikan pesan kepada 9 ribu orang yang hadir.


Selain event tersebut, kita juga ada ‘Pasar Malam Indonesia’ dimana pertunjukan Pencaksilat juga ditampilkan disini, dan seluruh perguruan Pencaksilat yang ada di Belanda diberikan kesempatan untuk tampil secara bergiliran. Ini merupakan suatu kebanggaan tersendiri bagi mereka untuk bisa tampil di event yang diselenggarakan selama 5 hari dan dihadiri oleh sekitar 7 ribu orang setiap harinya. Kami melihat ini sebagai sesuatu yang sangat positif, dan bahkan mereka mengharapkan agar KBRI menjadikan ini sebagai agenda rutin.

Duta Besar dan Wakil Duta Besar RI untuk Belanda sangat terkesan ketika melihat secara langsung perkembangan Pencaksilat di Belanda dan menilai bahwa ini merupakan hal positif yang perlu terus dikembangkan di luar negeri, karena ternyata orang asing begitu sangat menghargai senibeladiri tradisional Indonesia. Orang Belanda sangat tertarik dengan Pencaksilat karena nilai-nilai luhur yang terkandung didalamnya.

 

Firdaus, SE, MH.
Koord. Fungsi Pensosbud KBRI Belanda (2006-2010)

.

sumber: Tabloid Diplomasi