Tidak Ada Standar Jurus Silat
Bandung, Kompas - Pengembangan dan apresiasi terhadap jurus-jurus pencak silat tradisional masih sangat kurang. Saat ini, bisa dihitung dengan jari jumlah pesilat yang benar-benar menekuni dan mewarisi jurus pencak silat tradisional. Lagi pula jurus tradisional kini cenderung beralih ke sisi jurus silat prestasi.
Beberapa pelatih pencak silat yang ditemui dalam Sirkuit Pencak Silat Panasonic Tahun 2006 Wilayah III yang berlangsung di Gedung Olahraga Pajajaran, Selasa (28/3) menyatakan, jurus-jurus silat tradisi sudah tergusur oleh silat prestasi.
Ditemui di sela-sela pertandingan, pelatih Tim Pencak Silat Jawa Barat Syakera Pujasmedi mengatakan, pada dasarnya seluruh perguruan pencak silat mengajarkan jurus-jurus tradisional sebagai dasar bagi anak didik. Namun, kelanjutannya ter serah kepada anak didik untuk memilih, apakah akan menjadi atlet, berlatih terus-menerus atau memang benar-benar menggeluti jurus tradisional.
Syakera menjelaskan, saat memasuki sebuah perguruan, seorang anak didik mendapatkan penjelasan yang mendalam mengenai sejarah dan filosofi pencak silat, termasuk filosofi sebuah gerakan pencak silat.
Ada empat aspek dalam olahraga ini, yaitu mental spiritual, olahraga, seni (tradisi) dan bela diri. Itu yang diajarkan oleh tiap perguruan, ujarnya. Keempatnya diajarkan di awal-awal masa perkenalan terhadap perguruan.
Nantinya, lanjut guru di Paguron (perguruan) Pencak Silat Tadjimalela ini, mereka akan memilih sendiri salah satu aspek yang ingin dikembangkan.
Syakera mengakui kalau perguruan tempat dia mengajar memang mengajarkan jurus-jurus untuk olahraga dan bela diri, bukan untuk seni.
Jarang ada yang tertarik dengan jurus tradisi. Sebab, pesilat mempertunjukkannya diiringi musik, ujarnya.
Soal standardisasi
Kepala Bidang Organisasi Pengurus Daerah Ikatan Pencak Silat Indonesia Jabar Dede Iman Nurgana mengakui, sejak tergabung dalam Komite Olahraga Nasional Indonesia, pencak silat menjadi satu cabang olahraga prestasi. Jadi, keluarannya adalah prestasi, bukan seni, ujarnya.
Pelatih Tim Jabar ini menyatakan, standardisasi gerakan pencak silat sebenarnya ada. Namun, standardisasi itu hanya berlaku untuk nomor tunggal, ganda dan beregu. Mereka, seperti layaknya nomor kata di karate, memamerkan keserasian gerakan. Sedangkan untuk olahraga prestasi, tidak ada standar tertentu. Tergantung filosofi dan tujuan masing-masing perguruan, ujar suami atlet Jabar Ika Lesmana Rasyid ini.
Dede, yang tergabung dalam Perguruan Satria Muda Indonesia, Bandung, mengaku kalau di perguruannya hanya ada satu orang anak didik yang menekuni jurus silat tradisi. Usianya pun masih muda. Kalau yang sudah tua, sudah tidak begitu banyak. Usianya tidak begitu mendukung lagi, katanya.
Mantan anggota Tim Nasional Pencak Silat Sea Games XX Brunei Darussalam Joko Suprihatno mengatakan, para pesilat senior yang memang benar-benar menguasai jurus tradisional hanya memperlihatkan jurus-jurus itu kala ada festival tradisional saja. Padahal, tidak setiap saat festival itu dilangsungkan. Akibatnya, banyak pesilat muda yang memang tidak mengenal jurus-jurus dasar pencak silat tradisional yang entah berapa banyaknya.
Malaysia sering menyelenggarakan. Indonesia, jarang. Ditambah lagi, pesilat luar negeri belajar pencak silat untuk olahraga prestasi dan jarang belajar untuk seni, kata Joko menegaskan. (mhd)
Sumbwer kompas.co.id
www.silatindonesia.com