Saya akan bercerita lebih dahulu, mengapa saya membuka pencak silat di Jepang, hal ini disebabkan karena saya mempunyai latar belakang atau hobby pencak silat, ujarnya mengawali percakapan dengan reporter sambil duduk bersila di podium Balai Indonesia di Jepang. Awal tahun 1960, ketika masih duduk di SMA di Surabaya, Both remaja masuk Perisai Diri dan dibimbing langsung oleh RM Soebandiman Dirdjoatmodjo, Pendiri Kelatnas Indonesia Perisai Diri. Tahun 1963 Both pindah ke Bandung, membuka Perisai Diri Cabang Bandung pertama tahun 1964 yang berpusat di Institut Teknologi Bandung. Ketika meninggalkan kota Bandung tahun 1974, Perisai Diri telah berkembang di semua universitas besar di seluruh kota Bandung dengan jumlah anggota kurang lebih 2000 orang. Both pernah menjabat sebagai salah seorang Pengurus Bidang Pembinaan Pencak Silat Olahraga di PB IPSI (Pengurus Besar Ikatan Pencak Silat Indonesia) selama dua periode.
Sejak bulan Mei 1996 ia mendapat kepercayaan pemerintah sebagai Atase Perhubungan di Kedutaan Besar Republik Indonesia di Tokyo, Jepang. Setelah empat bulan keberadaannya di Jepang, tanggal 28 Nopember 1996 ia pun mendirikan Japan Pencak Silat Association atau disingkat JAPSA yang diresmikan oleh Duta Besar Republik Indonesia untuk Jepang, Bapak Wisber Louis. Both Sudargo yakin seni budaya tradisional Indonesia ini akan mampu berkembang di negara yang dikenal sebagai pusat beladiri dunia. Ini dibuktikan pada saat pertama kali dibuka 65 orang langsung ikut berlatih, sebagian besar diantaranya adalah orang Jepang.
Ayah empat orang anak ini pada awalnya membawa tiga pelatih pencak silat Indonesia ke Jepang. Mereka adalah Soesilo Soedarmadji (Perisai Diri), Yulie Purwanto (Merpati Putih) dan Djaja (Panglipur). Mereka bersama-sama mengembangkan pencak silat di Jepang, walaupun untuk itu Both mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk keperluan ketiga orang pelatih itu selama mereka berada di Jepang. Dalam perkembangannya ternyata salah seorang pelatih, yaitu Djaja yang sudah berkeluarga, pada suatu saat kembali ke Indonesia dan tikda kembali lagi. Alhamdulillah, Soesilo sekarang sudah dapat membawa keluarga untuk mendampinginya di sini, sedangkan Yulie masih bujangan, katanya.
Ternyata usaha Both tidak sia-sia. Pertama kali diperkenalkan, hanya terdapat dua tempat latihan, yaitu Sasana Pencak Silat Indonesia di Balai Indonesia dan di Hirasuka. Kini akan ditambah satu sasana lagi di Osaka dengan tempat latihan beranggotakan 30 - 40 orang. Saya mengembangkan pencak silat ini di Jepang karena dulu belum ada, ujarnya lagi. Berdasarkan pengalaman di negara-negara lain dan di Indonesia sendiri, pencak silat ini terlalu banyak ragamnya dan lebih banyak menonjolkan perguruan atau aliran daripada pencak silatnya sendiri. Kadang-kadang secara tidak sadar mereka lebih bangga terhadap perguruan daripada pencak silatnya sendiri. Alasan inilah yang menyebabkan Both selalu menekankan kepada murid-muridnya bahwa yang nomor satu adalah pencak silat, baru perguruan, walaupun nantinya akan kembali juga ke perguruannya masing-masing untuk memperdalamnya. Karena itu dalam JAPSA tidak ada yang menonjolkan nama perguruan, semuanya menjadi kesatuan Pencak Silat Indonesia. Falsafah Palem Raja yang diperoleh dari hasil renungannya selama ini mengandung arti pohon yang indah dan kuat. Walaupun diterpa berbagai macam cobaan, pohon itu tetap tegar dan kokoh. Saya seratus persen yakin, suatu saat bangsa Indonesia akan menjadi bangsa yang besar dan menjadi panutan dunia, asalkan bergantung kepada yang Satu, ujarnya mengakhiri perbincangan dengan reporter.
Sumber :
Majalah Jurus No.11 Th.I
08 Nopember 1999
www.silatindonesia.com