Asian Beach Games pertama di Bali 2008


By O’ong Maryono

Asia Beach Games (ABG) yang diselenggarakan pada tanggal 18 - 29 Oktober 2008 di Bali adalah event pertandingan olahraga pantai pertama di peringkat Negara Asia. Adapun pencak silat sebagai cabang olahraga indoor juga dipertandingkan di pantai sebagai cabang olahraga pilihan tuan rumah. Pencak silat pantai dipertandingkan pada tanggal 18 – 23 Oktober 2008 di pantai Tanjung Benoa, 45 menit ke arah timur dari Bandara Ngurah Rai.

Sejak terlintas kabar bahwasanya Bali akan menjadi tuan rumah pelaksanaan ABG pertama se Asia pada bulan Oktober 2008. Pengurus Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) tersentak dari ingatan bahwasanya berlatih dan menguji coba kemahiran pencak silat di pantai bukan suatu hal yang baru.
Suku-suku bangsa yang mendiami kawasan Nusantara keseharian tidak terlepas, bahkan bertumpu dari kehidupan pantai dan lautan.
Bahwasanya masyarakat di Sulawesi Selatan, pesisir Sumatera Barat, Pulau Madura dan Lombok Timur, manakala malam terang bulan purnama, masyarakatnya memiliki kebiasaan melakukan latihan dan uji coba kemahiran pencak silatnya dengan sesamanya dengan menyertakan iringan musik sebagai hiburan malam dan bertujuan untuk menumbuhkan rasa persaudaraan bersilaturahmi dengan sesamanya.

Berbasiskan pengalaman diatas bahwasanya pecak silat bisa dipertandingkan di pantai bukan hal yang mustahil, Pengurus IPSI mengajukan proposal ke Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) agar pencak silat dapat dipertandingkan dalam event international ini. Uluran tangan IPSI diterima dengan baik oleh KONI dengan harapan pencak silat dapat menyumbangkan perolehan 5 mendali emas dari 8 mendali emas yang diperebutkan yaitu;
Kelas putra:
A = 45-50kg
H = 80-85kg
Tunggal dan Ganda

Kelas putri:
A = 45-50kg
D = 60-65kg
Tunggal dan Ganda

Tantangan perolehan mendali menjadi cabaran pengurus IPSI. Target yang diminta KONi bukan hal yang mudah mengingat kekuatan lawan di peringkat Asean khususnya pencak silat olahraga sudah merata.

Patut kita acungkan jempol kepada pengurus IPSI yang bekerja bersungguh-sungguh sebagai penggagas demi terwujudnya pertandingkan pencak silat sebagai olahraga pantai, meskipun saat itu belum tahu harus membuat apa dan bagaimana pencak silat olahraga, tunggal dan ganda dipertandingkan di atas pasir yang sifatnya berbeda dengan pertandingan di atas matlas.
Para pakar melakukan pencarian wujud dari bentuk dan warna pakaian sampai menggunakan kacamata pelindung agar tidak kemasukan pasir. Semua ide menjadikan silang pendapat sampai kepada negara-negara pendiri PERSILAT yaitu Brunei, Malaysia, Singapore dan Indonesia turut serta memikirkannya. Juga tidak terlepas masalah sarana prasarana dan wasit-juri sepatutnya juga menjadikan pertimbangan. Dekatnya waktu pelaksanaan membuat redanya perdebatan mengenai ukuran arena berpasir.
Pesilat menggunakan pakaian seragam seperti biasanya warna hitam-hitam sedangkan pesilat seni dianjurkan menggunakan baju silat yang berwarna terang.

Untuk mendapatkan jawaban yang mendekati kepastian dalam pelaksanaan nanti. IPSI mengundang wasit-juri ASEAN untuk mengadakan gladiresik di gelanggang pertandingan berpasir milik Universitas Nasional Jakarta. Hasil ujicoba menghasilkan keputusan tambahan dalam pelaksanaan pertandingan pencak silat olahraga dan ganda diperbolehkan menggunakan kacamata pelindung terkecuali jurus tunggal dengan mata telanjang. Gelanggang pertandingan diputuskan mengikut peraturan pertandingan pencak silat olahraga indoor. Memberikan garis pengganti dengan pipa air dari plastik dengan warna terang. Agar mudah terlihat dan tidak membahanyakan pesilat yang berlaga, diberi kesempatan agar jika terjadi kelilipen atau kemasukan pasir dan kacamata yang berembun serta berkumur-kumur jalannya pertandingan dihentikan selama 30 detik untuk membersihkannya. Wasit-juri seperti biasanya berseragam putih dengan ditambak bertudung topi pet, menggunakan kaca mata matahari dengan telanjang
kaki. Untuk melancarkan jalannya pertandingan, aparat pelaksana pertandingan disediakan tenda panjang yang dapat menaunginya. Kebutuhan akan arena pertandingan pencak silat pantai, juga harus mencari jenis pantai yang berpasir halus selalu kering agar tidak dapat membahayakan pesilat. Pantai Tanjung Benoa yang pada ahirnya dipilih karena sesuai dengan kebutuhan arena pertandingan.

Pagi hari pelaksaan kejuaraan, gelanggang pertandingan pencak silat pantai sudah dipenuhi petugas lapangan dan polisi serta keamanan banjar (kampung), jika dibandingkan jumlah penonton yang datang untuk meilhat dengan petugas keamanan yang menjaga lebih banyak lagi. Masyarakat banyak yang datang mau melihat jalannya pertandingan, karena untuk masuk dikenakan bayar ticket sebesar Rp.20.000,- terlalu mahal untuk pendududk disana. Penonton dan sporter hanya bisa menikmati jalannya pertandingan melongok dari luar pagar besi. Pertandingan pencak silat pantai dimulai pukul 09.00 dengan dimulainya laporan panitia oleh Bapak Oyong Kharmayuda dilanjutkan parade tim peserta yang terdiri dari tujuh negara yaitu Indonesia, Malaysia, Singapore, Brunei Darussalam, Filipina, Vietnam dan Thailand. Dengan mempertandingkan sebanyak delapan partai.

Pada awal-mula pertandingan dimulai, semua unsur penyelenggara pertandingan meraba-raba kemungkinan apa yang akan terjadi. Pesilat yang bertanding pada hari pertama pada awal mulanya menggunakan kaca mata pantai dari berbagai merk, kecuali tim Indonesia dengan mata telanjang. Tim Indonesia sudah dapat mengantisipasi keadaan alam yang tidak bersahabat karena sudah tiga bulan berlatih di tempat yang sama.
Kaca mata yang diharapkan dapat melindungi dari kemasukan pasir, bahkan mengganggu pandangan dengan pengembunan dan mempersempit sudut pandang. Pesilat yang pertama menanggalkan kacamatanya mengikuti tim Indonesia adalah Nippon Jantaro, yang akan menjadi pemegang pingat emas kelas A putra dari Thailand. Dalam wawancara Nippon mengakui pada mulainya mengalami kesulitan. Pencak silat pantai dirasakan sangat berat bertanding di atas pasir, teriknya matahari dan suhu mencapai 38c menerpa otak sehingga sulit untuk berpikir, sedangkan telapak kaki serasa dipanggang. Keringat bercucuran mengganggu pengelihatan. Untuk dapat mendang kuat dengan kecepatan tinggi sangat berat dikarenakan kaki terbenam sebatas mata kaki. “Untung” ucapnya Nippon “untuk mempersiapkan diri setiap hari berlari di pantai berpasir ditengah teriknya matahari sejauh 7 km. Pengalaman yang menarik ucapnya”.

Belajar dari pengalaman keesokan harinya pertandingan di hari kedua hampir seluruh peserta bertanding tidak menggunakan kacamata yang dirasakan sangat mengganggu. Sengatan matahari sangat menguras mental dan tenaga pesilat terbukti pesilat Filipina,Vietnam, Malaysia dan Singapore di atas gelanggang sejak rounde kedua sudah kehabisan tenaga. Abdul Karim pelatih dari Filipina mengatakan timnya tidak sempat berlatih di pantai, Manila tidak memiliki pantai yang berpasir, tim ini berlatih di tempat atlitik lompat jauh di sebidang tanah yang sempit. Pelatih Vietnam juga mengeluh dengan sengatan matahari yang dirasakan sangat menggangu, mereka berlatih di pasir namun Hanoi saat ini bermusim dingin: “Kita tidak siap dengan temperatur yang sangat panas” keluhnya.

Ternyata gangguan sengatan matahari juga mengganggu wasit-juri yang sedang bertugas. Di hari pertama juri memberikan penilaian sembari duduk dikursi tanpa perlindungan payung pantai, selama bertugas juri mengangkat kakinya bergantung tidak mau menyentuh pasir karena kepanasan.
Sedangkan wasit yang bertugas di lapangan di kala istirahat berdiri di sudut neteral kepanasan, sambil menguyur kakinya dengan air mineral.

Namun demikian, dengan dukungan pihak swasta bersama pemerintah daerah Badung dan masyarakat Bali yang cinta akan olahraga, sejak dihari kedua dengan dibebasnya penonton masuk tampa dikenakan bayar, penonton menjadi membludak memberikan dukungan dengan penuh semangat karena kelima kelas yang masuk filal dari tim Indonesia, merupakan putra daerah Bali. Pertandingan berjalan lancar semua jenis teknik pencak silat dapat dipergunakan di medan pasir, hanya tendangan yang beruntun sulit digunakan karna berbijak diatas pasir yang labil dan sulit untuk mendapat keseimbangan badan.Kebanyakan pesilat melakukan serangan satu persatu dengan pukulan atau tendangan, lalu merapatkan badannya kelawan untuk menjaga perolehan angka.
Selama pertandingan tidak terjadi kasus kelilipen pasir, yang ada karena bantingan pesilat jatuh tersungkur dan makan pasir.

Pertandingan pencak silat pantai diahiri dengan perolehan 5 medali emas untuk Indonesia, 1 emas untuk Thailand, 1 emas untuk Malaysia dan yang terahir 1 emas untuk Vietnam. Tim Indonesia berhasil dengan memenuhi permintaan dari KONI.

Garis besarnya pertandingan pencak silat dapat dipertanding di pantai seperti olahraga pantai lainnya, bayang-bayang akan segala keburukan yang akan terjadi di dalam pelaksanaannya sirna sudah. Pengalaman di Bali merupakan tapak awal untuk melangkah kedepan dengan penyempurnaan peraturan dan pelaksanaannya agar lebih baik dan aman di masa mendatang. Dalam pelaksanaannya ABG berjalan sukses dan lancar serta dapat mengangkat kembali di mata dunia khususnya parawisata, bahwasanya Bali tujuan wisata yang aman.

O'ong Maryono
La Cascade Condominium, Apt 10C
1/15 Ekamai Soi 10
Bangkok 10110
Thailand


Related Tags :

 

Forum Sahabat Silat