Oleh : Ezra Purnama
Konvoi
Suasana terik matahari mendadak berubah mendung, matahari tertutupi awan yang mulai gelap-pekat, sesaat kami tiba di Padepkan Nasional IPSI, Taman Mini Indonesia Indah – Jakarta Timur.
Setelah istirahat makan siang dan menuaikan ibadah shalat dhzuhur, sedikit terlambat kami berkemas untuk kemudian berangkat menapaki rute yang telah kami rencanakan dua minggu lalu. Pukul 13.30 wib, sekitar 30 menit lewat dari jadwal yang di rencanakan kami bertolak dari basecamp untuk berkonvoi-ria menuju peta lokasi ziarah Cingkrik Goning.
Berbekal arahan singkat dari bang Lutfi, sang kordinator sekaligus mentor Team Ziarah Cingkrik Goning, tanpa peta atau perlengkapan GPS yang memadai. Kami melakukan iring-iringan beberapa kendaraan bermotor dan mobil picato warnahijau membawa spanduk panji-panji Team Beladiri Tangan Kosong Cingkrik Goning. Dengan rute perjalanan dari Timur ke Barat, dijakarta barat merupakan objek tujuan kami dalam kesempatan ini.
Rute yang di lewati, dari TMII – UKI – Jl. Gatoto Subroto – Jl. S. Parman – Jl . Daan Mogot – Jl. Kedoya Raya sebagai titik pemberhentian pertama , selanjutnya dari sana kita akan di pandu oleh kerabat dari alm. Kong Goning. Alhasil tanpa berbekal perlengkapan navigasi yang cukup, hanya berbekal berani dan coba-coba lurus atau belok kanan-kiri serta semangat tinggi ’45, sempat membuat salah satu team motor keluardari rute yang di rencakan, namun berkat keompakan team dan kordinasi yang baik kendala semacam itu dapat teratasi dan akhirnya kita bias berkumpul di titik pertemuan, maklum salah satu team kami masih merasakan betapa Indonesia baru merayakan Dirgahayu yang ke 63.
Makam Kong Goning
Setelah menyusuri jalan kedoya raya sekitar 2 km, tepat pukul 15.00 wib kami tiba di KPU Rawa Kopi dimana dimakamkan Alm. Ainin bin Urim ataiu yang lebih kita kenal dengan Kong Goning.
Kondisi makam Kong Goning cukup sederhana di banding makan-makam di sekitarnya hanya berupa petak tanah, tanpa nisan, bahkan nama beliaupun tidak sudi untuk di ukirkan di sana. Pantas saja jika bukan ahli warisnya akan terasa sulit menemukan makamnya. Sangat bertolak belakang, dimana kebesaran gelar pendekar beliau tidak dapat menyembunyikan kesederhanaan si Engkong yang di kenal di tengah masyarakat sebagai orang biasa yang sederhana.
Disamping itu, sepeninggal beliau mungkin juga ahliwarisnyapun ingin melaksanakan amanah dari beliau sebelum meninggal, bahwasanya makam beliau di buat apa adanya tanpa nisan atau bangunan seperti makam-makam pada umumnya tidak lain untuk menjaga supaya tidak ada orang yang mengkultuskan nama besar beliau apalagi sampai mengkeramtkan makamnya.
Dikesempatan terakhir setelah doa di panjatkan TB. Bambang selaku Guru member
ikan nasehat kepada peserta sekaligus menceritakan sedikit riwayat beliau bertemu dengan dengan Engkong Goning, bahwasanya ilmu beladiri yang dimiliki beliau saat ini adalah berasal dari Engkong Goning.“Kong goning telah memberikan banyak pelajaran yang bermanfaat kepada Guru Saya dan selanjutnya turun ke saya, dari saya di ajarkan kepada semua, jadi sudah sepantasnya kita mengingat jasa beliau dengan mendoakannya dan terus melestarikan ilmu yang telah di ajarkan untuk kebaikan”, kata beliausebelum menutup doa.
Makam Bang Pitung
Dari kedoya, kami bergegas ke tujuan ketujuan berikutnya yaitu ke makam si Pitung yang terletak persisi di depan Gd. Telkom Jl. Raya Kebayoran Lama – Kemandoran – Jakarta Selatan.
Disanapun kita kembali merasa teriris dan hanya tertegun diam melihat kondisi makam salah satu tokoh legenda Batvia-tempo dulu Bang Pitung, terletak disamping pintu masuk Gd. Telkom depan pos Security dalam pagar telalis besi di bawah rumpun bamboo apus makam itu berada.
Meskipun hanya sebagian anggota tubuh dari bang pitung yang di kubur disana tapi tidak mengurangi makna bahwa di sanalah makam mantan pejuang betawi yang turut mebela perjuangan bangsa Indonesia waktu itu di makamkan. “Bang Pitung, Jasamu tidak terlupa sepanjang masa”.
Tidak begitu lama kita berada di sana, selesai berdoa semestinya kami kembali bergegas ke tujuan terakhir, pukul 16.00 wib kami melanjutkan perjalanan karena suasana gelap, mndung sudah semakin tebal kami terus berburu degan hujan, tapi ada manfaat 30 menit terlambat di awal telah membuat terhindar dari hujan pertama.
Makam Usup Utay, Guru TB. Bambang
Seteah berburu dengan waktu, sambil menunggu teammobil yang terjebak kemacetan di sepanjang jalan Ciputat-Lebak bulus, kami satu rombongan sempat singgah di sebuah kedai yang menyediakan kue serabi, nampaknya kue serabi tersebut khas dari kampong Rempoa-Ciputat, meski waktu memburu kami semua sempat mencicipi hidangan kuliner di perjalanan.
Dari sana, kami menyusuri jl raya rempoa dan tidak jauh dari jalan utama sampilah kami di tempat tujuan, rupanya team mobil sudah menunggu disana. Makam kampong Rempoa, disanalah Guru Usup Utay di makamkan berdekatan dengan makam orang tua TB. Bambang.
Beliau memang memiliki darah bangsawan Banten dari ayahnya TB. Boy Sasmitha, meski ibunya yang memiliki nama asli Rostien Monoarfa berasal dari Gorontalo, tapi nampaknya darah Banten yang mengalir dalam dirinya di perkuat dari neneknya RT. E. Moersinah, yang makamnya tepat di sebelah putranya.
Suasana bertambah haru saat doa terkahir di bacakan dan kami semua ikut mengamini, saat itu juga rintik huja menyambut seakan pertanda bahwa perjalanan kami hari itu telah di laksanakan engan baik danterima kasih dari alam Tuhan YME meridloinya,amien.
Situ Rompong – Penutup
Perjalanan berlanjut bergegas menuju tempat istirahat di komplek MABAD, tujuan kami adalah ke rumah kerabat TB. Bambang, sebelum sampai ke sana kita sempat di suguhi pemandanga indah dari alam rempoa- dimana disana ternyata ada sebuah danau (Situ) yang di kenal dengan Situ Rompong, situ romping nampak tenang kemilau air hujan diterpa kerlingan matahari senja membuat suasa redup itu tampak indah, di sekelilingnya namapak banyak orang yang tengah memancing ikan mungkin di Situ Rompong selain jadi wisata daerah juga sebagai mata pencaharian para pemancing ikan.
Di komplek mabad para peserta beristirahat melepas lelah sekaligus beramah tamah, pada kesempatan itu kita saling berdiskusi tentang semua hal dan di akhir acara TB. Bambang kembali berpesan serta mengajak kepada keluarga besar cingkik goning, bahwa beliau salah satu pewaris Ilmu Beladiri Tangan Kosong Cingkrik dari Kong Goning, beliau sadar betul akan tanggung jawabnya secara moral yang terpenting adalah berkewajiban untuk melestarikannya.
Maka dari itu, beliau menghimbau kepada semua anak muridnya tanpa terkecuali untuk mendukung maksud baik itu, setidaknya dengan terus giat belajar dan berlatih terus-menerus tanpa lelah. Pada kesempatan itu pula beliau menyatakan sikapnya yang terbuka kepada semua bahwa beliau tidak membatasi siapa saja yang ingin belajar dengan tujuan pelestarian maka akan di sambut dengan tangan terbuka.
“Sampai kapanpun, mari kita secara sadar terus melestariakan ilmu beladiri cingkrik ini agar tidak punah, selama saya masih ada manfaatkanlah waktu sebaik-baiknya untuk terus berlatih dan mengambil ilmu yang ada pada saya sebanyak-banyaknya, tujuan pengkaderan dalam Cingkrik goning tidak bertujuan untuk mencari Jawara tapi yang lebih penting adalah mencetak kader-kader seorang Guru Cingkrik yang siap untuk mengembangkan lagi ilmunya supa ilmu beladiri ini dapat bermanfaat dan tetap lestari”, jawabnya ketika diwawancarai oleh kontributor silatindonesia.com sekaligus menutup acara ramah-tamah sore itu.
Beliau juga menegaskan kembali, saat ini tinggal beliaulah yang mengajar ilmu beladiri warisan kong goning. Sesuai dengan data yang ada memang tinggal TB. Bambang yang eksis dan aktiv mengembagkan Cingkrik Goning, dengan penuh semangat beliau melakukan pembinaan kepada public yang berminat mempelajarinya.
Terima kasih kepada :
- Keluarga besar Cingkrik Goning
- Sahabat SIlat Community
- dan kawan kawan lainnya