Edisi : Minggu, 25 Maret 2007
Sumber : Koran Tempo (Amal Ihsan)
Membalas Secepat Kilat
Sebuah pukulan datang dengan cepat. Mengarah ke muka. Tapi tangan lelaki setengah baya itu dengan tenang menepisnya. Serangan kedua datang menyusul. Lagi-lagi bisa ia mentahkan. Bersamaan tangan kanannya ganti menyerang. Kaki lawan dikunci. Si penyerang pun terlempar.
Melihat jurusnya, sungguh pas nama yang disematkan pada aliran ini: Si Kilat. Nama itu memang diambil dari karakter gerak pukulan yang secepat kilat. Aliran yang satu ini memang mengandalkan kecepatan tangan, kata Ibrahim bin M. Rosyad, ahli waris silat Si Kilat.
Kakek Ibrahim, Saprin (1911-1991), adalah orang yang menurunkan ilmu ini. Ketika itu, Ibrahim kecil belajar dari sang kakek yang tinggal tidak jauh dari rumahnya di daerah Kebon Baru. Selain itu, ia juga belajar Gerak Rasa dari ayahnya, M. Rosyad, dan Si Pecut dari Bang Utama.
Ibrahim lantas mencoba menggabungkan seluruh ilmu yang dikuasainya. Ia mencoba metodologi pengajaran yang baru. Misalnya ia langsung mengajarkan isi atau kunci jurus setelah mengajarkan kembangnya. Jadi begitu belajar jurus satu, langsung diteruskan latihan berpasangan atau sparring, katanya.
Tapi Ibrahim mempertahankan gerak Si Kilat yang asli di jurus yang terakhir. Walaupun karakter aliran ini adalah bertahan, menyerang balik justru menjadi inti ajarannya. Begitu lawan menyerang, langsung kita balas dengan cepat dan keras, katanya.
Serangan lawan hanya ditangkis seperlunya. Yang ditekankan justru adalah melakukan serangan balasan dengan beruntun sehingga tidak memberi kesempatan kepada lawan. Diserang satu, dibalas tiga, ujar Sahroni, anak Ibrahim.
Ciri lainnya adalah kuda-kuda yang menyandarkan kekuatan di satu kaki. Tujuannya adalah memancing lawan dan agar serangan ke kaki tidak menggoyahkan kuda-kuda, kata Ibrahim, yang berprofesi sebagai tukang bangunan itu.
Ibrahim sempat meneruskan ikhtiar kakek dan ayahnya mengembangkan aliran ini hingga ke beberapa wilayah, seperti Bekasi, Tomang, dan Kali Malang. Selama itu, ia beberapa kali dijajal oleh beberapa orang. Alhamdulillah, saya masih dilindungi Allah, katanya merendah. Semua yang ingin mencoba itu bisa saya kalahkan.
Tapi, sedikit demi sedikit, murid di beberapa tempat berkurang sehingga sekarang hanya tersisa di Kebon Baru. Yang di sini pun terkendala masalah tidak adanya tempat latihan, ujarnya.
Untuk melestarikan ilmu silatnya, Ibrahim membentuk kelompok kesenian Batavia Group, yang menyewakan jasa pertunjukan pencak silat untuk hajatan. Terutama untuk acara pengantenan, Buka Palang Pintu, dan Sambut Dandang, katanya. AMAL IHSAN
www.silatindonesia.com